Judul: Teka-Teki Terakhir
Penulis: Annisa Ihsani
Editor: Ayu Yudha
Desain Sampul: EorG
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
(2014)
Edisi
Bahasa Indonesia, Softcover, 256 hlm.
“…janganlah terlalu fokus pada satu hal hingga lupa menghargai apa
yang ada di sekelilingmu.” – hlm.93
Gosipnya,
suami-istri Maxwell penyihir. Ada juga yang bilang pasangan itu ilmuwan gila.
Tidak sedikit yang mengatakan mereka keluarga ningrat yang melarikan diri ke Littlewood.
Hanya itu yang Laura tahu tentang tetangganya tersebut.
Dia tidak pernah menyangka kenyataan tentang mereka lebih misterius daripada
yang digosipkan. Di balik pintu rumah putih di Jalan Eddington, ada sekumpulan
teka-teki logika, paradoks membingungkan tentang tukang cukur, dan obsesi
terhadap pernyataan matematika yang belum terpecahkan selama lebih dari tiga
abad. Terlebih lagi, Laura tidak pernah menyangka akan menjadi bagian dari
semua itu.
Tahun 1992, Laura berusia dua belas tahun, dan teka-teki terakhir mengubah
hidupnya selamanya...
Komentar:
Baguuuusss..!!
Matematika pasti jadi mata pelajaran paling diingat buat
orang-orang yang pernah mengenyam sekolah. Namanya sekarang udah berubah-ubah,
dari Berhitung, Matematika, atau dijabarkan menurut sub-bidangnya jadi Aljabar,
Geometri, dll. Pasti tahu kalau 1+1=2 itu diajarkan waktu SD tapi tak pernah
terbayangkan kalau jaman dulu perlu 362 halaman untuk membuktikannya.
Membaca buku ini menyenangkan. Terutama baca penjelasan
Tuan Maxwell untuk Laura tentang matematika, perumpamaannya lucu-lucu. Pokoknya
jadi inget kenangan-kenangan waktu sekolah dulu tentang matematika. Jadi inget
lagi waktu dulu dimarahin wali kelas di SMA pas nggak lulus ujian uji coba UAN matematika,
dapet kelas tambahan, dan sampai harus bilang kalau liat soal matematika itu
bikin panik dan mules. Buku tentang angka nol yang diberikan Tuan Maxwell buat
Laura sewaktu kertas ujiannya yang dapat nol ditemukan oleh Tuan Maxwell
mengingatkanku tentang kejadian yang aku alami juga. Bukan tentang ujian
matematika dapat nol, ya :P. Sebodoh-bodohnya aku tentang matematika, aku nggak
pernah dapet nol, paling rendah nilaiku tuh 1,25 di ujian Limit dan Integral di
SMA :P (hehehee, peace ya, Laura ^_^)
Nah, cerita angka nol yang kualami yaitu waktu aku SD
kelas V. Waktu itu di kelas sedang belajar matematika tentang angka romawi.
Dijelaskan oleh pak guru, kalau angka romawi itu punya kelemahan, sulit
digunakan untuk operasi matematika karena nggak ada angka nol. Nah, pak guru
bertanya, negara mana yang menemukan angka nol? Kami sekelas berduapuluh
delapan disuruh menyebutkan negara-negara yang ada di dunia, yang jadi tempat
ditemukannya angka nol. Satu rotasi nggak ada yang benar menyebutkan. Waktu itu
aku menyebutkan Mesir, dan ternyata salah. Diulangi lagi dari awal, dan aku
kaget banget waktu nyebut negara Arab jawabanku benar! Pak guru juga bilang,
dengan begini, kami nggak akan lupa asal angka nol. Buktinya, sampai sekarang
aku masih ingat sampai sedetil-detilnya.
Duh, malah curhat. Jadi, intinya buku ini menarik banget.
Walaupun niatnya aku beli buku ini buat kado ultah adikku yang tahun lalu masuk
SMP, aku baca juga buku ini, hehehee. Soalnya adikku itu nggak suka matematika.
Begitu nemu soal susah langsung ditinggal, nggak dikerjakan. Yah, walaupun
nggak signifikan juga kemajuan jadi suka matematika setelah baca buku ini, tapi
aku jadi bisa ngejek-ngejek dia kalau dapat jelek di matematika, nanti kalah
sama Laura lho! Hehehee.. kakak jahat aku nih :P.
Aah, seneng banget ada di keluarga Laura. Punya kakak kece
dan pinter, punya temen setia. Dan jadi orang terdekat di keluarga Maxwell,
terutama di Littlewood. Tapi sayang, bagian akhirnya kurang greget. Rasanya
masih ada yang kurang. Apa mungkin karena aku nggak suka sama akhir yang kurang
happy ending? Cukup happy ending sih, menurutku, tapi kurang dijelaskan kalau
Laura nggak bakal lupa, soalnya itu jadi bikin aku ngrasa Laura jadi agak
jahat. Soalnya aku suka Laura, dan aku nggak pengin dia jadi jahat T.T
Bingung ya? Baca aja deh. Mungkin nanti ada pendapat lain,
tapi itulah yang kurasakan.
Tapi,
uhm… setelah baca lagi kutipan di halaman 93, jadi mikir… life goes on, Hani. Jadi, kayaknya aku memang tipe orang galauan
(ups).
Tentang Penulis:
Annisa Ihsani
memiliki ketertarikan terhadap teka-teki logika sejak tahun pertamanya sebagai
mahasiswa jurusan ilmu komputer. Setelah mendapatkan gelar Master dari
University of Groningen, ia mulai menulis novel Teka-Teki Terakhir, sesuatu
yang mengubahnya menjadi pecandu kafein. Saat ini ia tinggal bersama suaminya
di Bogor, tempat menghabiskan sebagian besar waktu untuk mengarang percakapan
untuk teman-teman imajiner di novelnya yang kedua.